Kota Bengkulu >> Saat ini keterwakilan perempuan di legislatif sudah mencapai angka 21 persen. Namun, angka ini masih lebih kecil dibandingkan kuota keterwakilan 30 persen perempuan, ujar Tri Wulandari Aktivis Muda Bengkulu saat diwawancara dan diskusi bersama milenial Bengkulu.(25/06/2022)
Kenapa pendidikan politik pada perempuan sangat penting saat ini? karena sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, dan DPRD menyatakan: ‟Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.” Sementara itu partisipasi perempuan Indonesia dalam Parlemen masih sangat rendah.
Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen. Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespons masalah utama yang dihadapi oleh perempuan. (kemenkopmk.go.id,
Padahal pada faktanya, negara-negara yang keterwakilan perempuannya sudah tinggi sekalipun masalah perempuan juga tidak ada habisnya, kesejahteraan masih rendah, pelecehan terhadap perempuan terus terjadi.
Karena sumber permasalahan yang dihadapi perempuan sesungguhnya bukan pada jumlah keterwakilan perempuan di parlemen, tapi aturan yang diterapkan adalah sistem sekuler demokrasi yang memisahkan agama dengan aturan kehidupan.
Keterwakilan perempuan di parlemen pun hanyalah sekadar untuk melanggengkan sistem sekuler demokrasi, sebagaimana yang disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia untuk menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik, padahal sistem demokrasi yang sekuler ini bukanlah solusi masalah yang dihadapi perempuan.
Justru itu merupakan sistem yang batil dan terbukti gagal. Dengan demikian, terlibatnya perempuan dalam politik yang tepat bukanlah dalam sistem sekuler demokrasi hari ini melainkan politik yang sesuai dengan pandangan Islam.
“Menurut saya, perempuan itu mempunya hak dan peluang besar, untuk memberikan kontribusi dan membangun bangsa ini, jadi hal inilah yang semoga menjadi latar belakang kuat, untuk perempuan-perempuan Indonesia agar mulai terbuka, dan mau berbaur pada partai-partai politik, berdaya saing pada pemilu, Pilkada danlainya, bahkan menurut penyampaian dari mentri PPPA, 49,42 persen penduduk Indonesia adalah perempuan dan sekitar 54 persennya berusia produktif. “Berdasarkan data tersebut, seharusnya perempuan memiliki peran penting dalam pembangunan, sehingga perempuan harus terdidik, berdaya, dan setara kedudukannya agar dapat berkarya dalam berbagai bidang untuk memberikan banyak manfaat bagi pembangunan,” Ujar Wulan.(rls)