Kota Bengkulu >> WALHI Bengkulu mendorong penegakan hukum terhadap tiga (3) perusahaan melalui pengaduan resmi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta APH atas dugaan pelanggaran dan ketidakpatuhan perizinan. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Injatama dan PT Sandabi Indah Lestari ( PT SIL ) di Kabupaten Bengkulu Utara serta PT Bara Mega Quantum ( PT BMQ ) di Kabupaten Bengkulu Tengah. Pengaduan ini bertujuan agar pemerintah segera melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang mendapatkan peringkat merah dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Melalui platform resmi pemerintah, yaitu “lapor.go.id“ dan “pengaduan.menlhk.go.id”. WALHI Bengkulu mengadukan ketiga perusahaan guna mendesak dilakukannya penegakan hukum, dimana perusahaan tersebut diduga kuat melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan yang tertuang dalam UUPPLH 32/2009 dan UU 38/2004 Tentang Jalan.
Berdasarkan analisis dan hasil pemantauan lapangan yang dilakukan oleh WALHI Bengkulu, perusahaan pertambangan dan perkebunan yang telah mendapatkan PROPER merah ini, tetap menunjukan ketidakpatuhannya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Seperti PT Injatama yang yang diketahui sejak tahun 2017-2021 mendapat peringkat merah dalam hasil penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh KLHK. Perusahaan pertambangan ini juga melakukan aktivitas pertambangan penggalian batu bara di jalan negara sepanjang +-3km yang menghubungkan 14 desa di Desa Gunung Payung Kec. Pinang Raya Kabupaten Bengkulu Utara. Aktivitas penggalian tambang sudah dilakukan sejak tahun 2018, namun baru pada tahun 2020 pihak tambang membuat jalan lain sebagai pengganti jalan negara sepanjang 1,5km yang kondisinya sangat tidak layak. Kemudian berdasarkan surat balasan dari dinas PPUR status jalan tersebut adalah jalan provinsi berdasarkan SK Gubernur Bengkulu No. : W.570.DPU-TR Tahun 2019. Selanjutnya ketidakpatuhan dan pelanggaran perizinan juga dilakukan oleh PT Sandabi Indah Lestari yang diduga mencemari Sungai Air Bintunan dengan limbah pabrik CPO dan izin HGU ( Hak Guna Usaha ) perusahaan seluas 648 hektare berada di Kawasan Hutan Produksi Air Bintunan. Kemudian PT BMQ diduga tidak melakukan reklamasi tambang, yang seharusnya menjadi salah satu dasar pemerintah untuk tidak memperpanjang Izin Usaha Pertambangan ( IUP ) PT BMQ yang telah berakhir pada tahun 2020.
Hal ini menunjukan bahwa program PROPER belum dijadikan acuan untuk mendorong perusahaan untuk tidak melakukan pengerusakan lingkungan ataupun mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan lingkungan hidup. Padahal, PROPER dilakukan secara langsung oleh pemerintah dengan data yang valid dan dapat menunjukkan bentuk pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu WALHI Bengkulu juga menilai pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga telah melakukan pelanggaran lingkungan. Padahal jika mengacu pada Pasal 90 ayat (1) UU No. 32/2009, Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. Selanjutnya ketidaktaatan perusahaan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan penegakan hukum sesuai bunyi Pasal 48 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021 maupun aturan perundangan – undangan lainnya. Kemudian Gubernur Bengkulu juga telah mengeluarkan Surat Nomor 660/079/DLHK/2022 tentang Pembinaan dan Pengawasan serta Penerapan Sangsi yang ditujukan untuk Bupati / Walikota untuk menindaklanjuti SK MenLHK Nomor : SK.1307/MENLHK/SETJRN/KUM.1/12/2021 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2020 – 2021.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( Permen LHK ), PROPER adalah evaluasi ketaatan dan kinerja melebihi ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dibidang pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun ( B3 ). Dasar hukum pelaksanaan PROPER mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 63 dan 64 yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan atau peraturan perundang-undangan perlu diselenggarakan program penilaian tersebut. Yang kemudian dikuti dengan terbitnya Permen LHK Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana tujuan diterbitkannya Permen LHK ini guna untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.
Dalam kriteria penilaian PROPER terhadap kinerja pengelolaan lingkungan wajib mencakup aspek penilaian yakni, 1. Pengendalian Pencemaran Air; 2. Pemeliharaan Sumber Air (khusus untuk Industri air minum dalam kemasan); 3. Pengendalian Pencemaran Udara; 4. Pengelolaan Limbah B3; 5. pengelolaan limbah non B3; 6. Pengelolaan B3 (khusus untuk Industri Prasarana Jasa Transportasi); Pengendalian Kerusakan Lahan (khusus untuk kegiatan pertambangan); dan Pengelolaan Sampah (khusus untuk Industri Prasarana Jasa Transportasi. (***/rls)