Bengkulu >> Sidang Pembuktian perkara Dugaan Tindak Pidana Perbankan Syariah Nomor Perkara 527/Pid.B/2024/PN.Bgl atas nama Terdakwa Tiara Kania Dewi, Senin, 03 Februari 2025 bergulir. Dari persidangan tersebut diketahui Terdakwa di dakwa dengan dakwaan Komulatif yaitu:
Kesatu: Pasal 63 Ayat (1) huruf a Undang – Undang R.I No. 21 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang R.I No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Syariah Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP,
Kedua: Pasal 63 Ayat (1) huruf b Undang – Undang R.I No. 21 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang R.I No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Syariah Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP;
Ketiga: Pasal 63 Ayat (1) huruf c Undang – Undang R.I No. 21 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang R.I No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Syariah Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP;
Keempat: Pasal 63 Ayat (2) huruf b Undang – Undang R.I No. 21 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang R.I No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Syariah Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
DAN
Kesatu: Pasal 3 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kedua: Pasal 4 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga: Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Adapun dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Bengkulu menghadirkan 5 orang Saksi yang seluruhnya merupakan karyawan Bank Syariah Indonesia (BSI) yaitu Jastra Ferdinan yang merupakan mantan Kepala Cabang Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang S Parman Tahun 2021 S/d 2022, Novan Zaman Hedyanto yang merupakan BOSM Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang S Parman Tahun 2022, Melda Kartika dan Frandi Sysco merupakan Back Office Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang S Parman Tahun 2021 S/d 2022 serta Hendra yang merupakan BOSM Cabang Panorama.
Dalam persidangan tersebut Kuasa Hukum Tiara Kania Dewi menguliti dan mendalami soal terjadi nya fraud yang kemudian tidak diketahui oleh Manajemen BSI Cabang S Parman yang memiliki otoritas.
“Dalam Persidangan a quo ditemukannya fakta-fakta bahwa terbitnya Bilyed Deposito harus adanya Pengisian formulir dari Nasabah kepada CS kemudian CS menindaklanjuti permohonan pembukaan deposito tersebut kepada Back Office lalu Back Office meminta otorisasi dari BOSM, barulah Bilyed Deposito tersebut dapat dikeluarkan dari cash saffety bank BSI, lalu dalam Bilyed Deposito tersebut terdapat 3 salinan yaitu salinan asli diberikan kepada nasabah, salinan kedua diberikan kepada BO dan salinan ke-3 di kembalikan kepada BOSM serta diletakan di Cash Saffety pada sore hari yang sama, namun pada faktanya sepanjang tahun 2021 sampai dengan Desember 2024, Pihak Manajemen Bank BSI lalai dalam menegakan sistem dan prinsip kehati-hatian dalam manajemen perbankan dibuktikan dengan BO , BOSM serta Kepala Cabang tidak pernah menjalankan SOP pengambilan dan Pengawasan terhadap salinan Bilyed deposito yang di seharusnya diambil dari CS dan BO yaitu salinan ke-3 Bilyed Deposito yang keluar,” terang Dede Frastien, S.H., M.H, perwakilan/ Jubir Tim Advokasi DPC Peradi Pergerakan Bengkulu Raya.
Kemudian berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan seluruh saksi-saksi yang hadir pada tanggal 3 Februari 2024 mendapatkan Surat Peringatan Kesatu akibat kesalahan-kesalahan yang bervariasi. Bahkan juga ditemukan fakta dalam berkas perkara Terdakwa Tiara Kania Dewi seorang BOSM bernama Siti Marsita yang menjabat BOSM pada saat tempus pemeriksaan perkara mengenai bilyed deposito a quo tidak ditemukan dalam berkas perkara. Sehingga hal ini terjadi loncatan peristiwa hukum yang terjadi dalam perkara a quo, sehingga kami menduga adanya peristiwa hukum yang sengaja disembunyikan dalam perkara a quo.
Kemudian dalam dakwaan JPU terdapat pasal 64 KUHP yang mana pada pokoknya menyatakan tindakan terdakwa dilakukan secara berulang, dalam hal ini terjadi sejak tahun 2019 s/d 2023, sehingga apabila melihat fakta yang terungkap dipersidangan, maka terjadinya pembiaran oleh Bank BSI serta tidak ditegakkannya dan dijalankannya aturan Pelaksanaan Peraturan otoritas jasa Keuangan yang mengakibatkan nasabah mengalami kerugian. Sehingga kami menduga tersangka tidak akan bisa melakukan perbuatan berulang-ulang tanpa adanya adanya campur tangan dari pihak manajemen Bank BSI Cabang S Parman, dengan kata lain klien kami tidak dapat melakukan perbuatannya sendiri ( One Man Show) dalam perkara a quo.
Dengan dari persidangan berharap dalam perkara a quo adanya Tersangka lain sebagaimana yang terdapat di dalam dakwaan penuntut umum Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam perkara a quo yaitu pihak dari manajemen BSI Cabang S Parman, sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di muka persidangan tersebut. Karena dalam perkara a quo ikut serta melakukan tindak pidana bukan diperuntukan kepada orang di luar manajemen Bank BSI melainkan orang yang berada di dalam manajemen Bank BSI dalam hal ini adalah CS, BO, BOSM sampai dengan kepala cabang. Karena unsur Padal 63 Undang-Undang R.I No. 21 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang R.I NO. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankkan Syariah yang bisa melakukan perbuatan hanya Anggota Dewan komisaris, Direksi atau Pegawai Bank Syariah itu sendiri. (***/rls)